Hak Merek
Pelanggaran
terhadap merek biasanya mempunyai motovasi untuk mendapatkan keuntungan secara
mudah , dengan mencoba, meniru, atau memalsu merek-merek yang sudah terkenal
dimasyarakat. Tindakan ini dapat merugikan bagi pihak-pihak lain yang
berkepentingan seperti masyarakat, baik pihak produsen maupun konsumen selain
itu negara juga banyak dirugikan. Seseorang pemilik merek atau penerima lisensi
merek dapat menuntut seseorang yang tanpa ijin menggunakan merek miliknya.
Disini yang dimaksud dengan Pelanggaran Merek adalah pelanggaran terhadap hak
pemilik merek dagang dan merek jasa terdaftar yang berupa pelanggaran hak-hak keperdataan
maupun pelanggaran pidana merek.
Sebagaimana
diketahui bahwa hak atas merek adalah hak khusus yang diberikan negara kepada
pemilik merek yang terdaftar. Karena merupakan hak khusus, maka pihak lain
tidak dapat menggunakan merek terdaftar tanpa ijin pemiliknya. Orang yang
berminat menggunakan merek orang lain harus terlebih dahulu mengadakan
perjanjian lisensi dan mendaftarkannya ke Kantor Dirjen HaKI. Apabila tanpa
melakukan perjanjian lisensi, tetapi langsung membuat merek yang sama pada pokoknya
atau pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik orang lain dan digunakan
pada barang atau jasa yang sama tanpa
pendaftaran
merek, hal ini merupakan pelanggaran Hak Atas Merek. Jadi bentuk pelanggarannya
berupa peniruan merek terdaftar. Istilah lain untuk pelanggaran tersebut
dikenal istilah “pembajakan hak merek”. Melihat bentuknya yang demikian, apa
bedanya dengan obyek pembatalan pendaftaran merek, sebab dalam pembatalan juga
terdapat alasan merek yang terdaftar mempunyai persamaan pada pokoknya atau
pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik orang yang mengugat. Disinilah
letak perbedaannya, pada pembajakan hak merek-merek, pembajak tidak mempunyai
hak atas merek tersebut. Sedang dalam lingkup pembatalan merek, merek yang
digugat terdaftar di Kantor Merek. Meskipun mempunyai persamaan pada pokoknya
atau pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik orang lain,
tergugat/pemiliknya mempunyai hak atas merek tiruan tersebut, sehingga yang
bersangkutan tidak dapat dikatakan melanggar Hak Atas Merek karena mereknya
terdaftar.
Salah satu perkembangan yang aktual dan
memperoleh perhatian saksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini dan
kecenderungan yang masih akan berlangsung di masa yang akan datang adalah
semakin meluasnya arus globalisasi baik di bidang sosial, ekonomi, budaya
maupun bidang-bidang kehidupan lainnya. Perkembangan teknologi informasi dan
transportasi telah menjadikan kegiatan di sektor perdagangan meningkat secara pesat
dan bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama.
Era perdagangan global hanya dapat
dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Di sini Merek
memegang peranan yang sangat penting yang memerlukan sistem pengaturan yang
lebih memadai. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan sejalan dengan
perjanjian-perjanjian internasional yang telah diratifikasi Indonesia serta
pengalaman melaksanakan administrasi Merek, diperlukan penyempurnaan
Undang-undang Merek yaitu Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 (Lembaran Negara
Tahun 1992 Nomor 81) sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun
1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 31) selanjutnya disebut Undang-undang
Merek-lama, dengan satu Undang-undang tentang Merek yang baru.
Beberapa perbedaan yang menonjol dalam
Undang-undang ini dibandingkan dengan Undang-undang Merek-lama antara lain
menyangkut proses penyelesaian Permohonan. Dalam Undang-undang ini pemeriksaan
substantif dilakukan setelah Permohonan dinyatakan memenuhi syarat secara
administratif. Semula pemeriksaan substantif dilakukan setelah selesainya masa
pengumuman tentang adanya Permohonan. Dengan perubahan ini dimaksudkan agar
dapat lebih cepat diketahui apakah Permohonan tersebut disetujui atau ditolak,
dan memberi kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan terhadap
Permohonan yang telah disetujui untuk didaftar. Sekarang jangka waktu
pengumuman dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, lebih singkat dari jangka waktu
pengumuman berdasarkan Undang-undang Merek-lama. Dengan dipersingkatnya jangka
waktu pengumuman, secara keseluruhan akan dipersingkat pula jangka waktu
penyelesaian Permohonan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Berkenaan dengan Hak Prioritas, dalam
Undang-undang ini diatur bahwa apabila Pemohon tidak melengkapi bukti
penerimaan permohonan yang pertama kali menimbulkan Hak Prioritas dalam jangka
waktu tiga bulan setelah berakhirnya Hak Prioritas, Permohonan tersebut
diproses seperti Permohonan biasa tanpa menggunakan Hak Prioritas.
Hal lain adalah berkenaan dengan
ditolaknya Permohonan yang merupakan kerugian bagi Pemohon. Untuk itu, perlu
pengaturan yang dapat membantu Pemohon untuk mengetahui lebih jelas alasan
penolakan Permohonannya dengan terlebih dahulu memberitahukan kepadanya bahwa
Permohonan akan ditolak.
Selain perlindungan terhadap Merek
Dagang dan Merek Jasa, dalam Undang-undang ini diatur juga perlindungan
terhadap indikasi-geografis, yaitu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu
barang karena faktor lingkungan geografis, termasuk faktor alam atau.
faktor manusia atau kombinasi dari kedua
faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang
dihasilkan. Selain itu juga diatur mengenai indikasi-asal.
Selanjutnya, mengingat Merek merupakan
bagian dari kegiatan perekonomian/dunia usaha, penyelesaian sengketa Merek
memerlukan badan peradilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga sehingga diharapkan
sengketa Merek dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat. Sejalan dengan
itu, harus pula diatur hukum acara khusus untuk menyelesaikan masalah sengketa
Merek seperti juga bidang hak kekayaan intelektual lainnya. Adanya peradilan
khusus untuk masalah Merek dan bidang-bidang hak kekayaan intelektual lain,
juga dikenal di beberapa negara lain, seperti Thailand. Dalam Undang-undang ini
pun pemilik Merek diberi upaya perlindungan hukum yang lain, yaitu dalam wujud Penetapan
Sementara Pengadilan untuk melindungi Mereknya guna mencegah kerugian yang
lebih besar. Di samping itu, untuk memberikan kesempatan yang lebih luas dalam
penyelesaian sengketa, dalam Undang-undang ini dimuat ketentuan tentang Arbitrase
atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Dengan Undang-undang ini terciptalah
pengaturan Merek dalam satu naskah (single text) sehingga lebih
memudahkan masyarakat menggunakannya. Dalam hal ini ketentuan-ketentuan
dalam Undang-undang Merek-lama, yang substansinya tidak diubah, dituangkan
kembali dalam Undang-undang ini.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal
1
Cukup jelas
Pasal
2
Cukup jelas
Pasal
3
Kecuali secara
tegas dinyatakan lain, yang dimaksud dengan pihak dalam pasal ini dan
pasal-pasal selanjutnya dalam Undang-undang ini adalah seseorang, beberapa
orang secara bersama-sama atau badan hukum.
Pasal
4
Pemohon yang
beriktikad baik adalah Pemohon yang mendaftarkan Mereknya secara layak dan
jujur tanpa ada niat apa pun untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran
Merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak
lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan
konsumen. Contohnya, Merek Dagang A yang sudah dikenal masyarakat secara umum
sejak bertahun-tahun, ditiru demikian rupa sehingga memiliki persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek Dagang A tersebut. Dalam contoh itu
sudah terjadi iktikad tidak baik dari peniru karena setidak-tidaknya patut
diketahui unsur kesengajaannya dalam meniru Merek Dagang yang sudah dikenal
tersebut.
Pasal
5
Huruf
aTermasuk dalam pengertian bertentangan dengan moralitas
agama, kesusilaan, atau ketertiban umum adalah apabila penggunaan tanda
tersebut dapat menyinggung perasaan, kesopanan, ketenteraman, atau keagamaan
dari khalayak umum atau dari golongan masyarakat tertentu.
Huruf b
Tanda dianggap tidak memiliki daya
pembeda apabila tanda tersebut terlalu sederhana seperti satu tanda garis atau
satu tanda titik, ataupun terlalu rumit sehingga tidak jelas.
Huruf
c
Salah satu contoh Merek seperti ini
adalah tanda tengkorak di atas dua tulang yang bersilang, yang secara umum
telah diketahui sebagai tanda bahaya. Tanda seperti itu adalah tanda yang
bersifat umum dan telah menjadi milik umum. Oleh karena itu, tanda itu tidak
dapat digunakan sebagai Merek.
Huruf
d
Merek tersebut berkaitan atau hanya menyebutkan
barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya, contohnya Merek Kopi
atau gambar kopi untuk jenis barang kopi atau untuk produk kopi.
Pasal
6
Ayat
(1)
Huruf a
Yang dimaksud
dengan persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh
adanya unsur-unsur yang menonjol antara Merek yang satu dan Merek yang lain,
yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara
penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan
bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut.
Huruf b
Penolakan Permohonan yang mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan Merek terkenal untuk barang
dan/atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum
masyarakat mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Di
samping itu, diperhatikan pula reputasi Merek terkenal yang diperoleh karena
promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia
yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran Merek tersebut
di beberapa negara. Apabila hal-hal di atas belum dianggap cukup, Pengadilan
Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survei
guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya Merek yang menjadi
dasar penolakan.
Huruf c
Cukup jelas
Ayat
(2)
Cukup jelas
Ayat
(3)
Huruf a
Yang dimaksud
dengan nama badan hukum adalah nama badan hukum yang digunakan sebagai
Merek dan terdaftar dalam Daftar Umum Merek.
Huruf b
Yang dimaksud dengan lembaga nasional
termasuk organisasi masyarakat ataupun organisasi sosial politik.
Huruf c
Cukup jelas
Pasal
7
Cukup jelas
Pasal
8
Ayat (1)
Pada prinsipnya Permohonan dapat
dilakukan untuk lebih dari satu kelas barang dan/atau kelas jasa sesuai dengan
ketentuan Trademark Law Treaty yang telah diratifikasi dengan Keputusan
Presiden Nomor 17 Tahun 1997.
Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan
pemilik Merek yang akan menggunakan Mereknya untuk beberapa barang dan/atau
jasa yang termasuk dalam beberapa kelas yang semestinya tidak perlu direpotkan
dengan prosedur administrasi yang mengharuskan pengajuan Permohonan secara
terpisah bagi setiap kelas barang dan/atau kelas jasa yang dimaksud.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal
9
Cukup jelas
Pasal
10
Ayat (1)
Ketentuan ini berlaku pula bagi
Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal
11
Ketentuan
ini dimaksudkan untuk menampung kepentingan Negara.
Dari
berbagai pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup hukum
persaingan usaha adalah hal-hal yang berhubungan dengan perilaku para pelaku
usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya, agar usaha yang dijalankan tersebut
tidak merugikan kepentingan orang/pihak lain (umum), dan selaras dengan tujuan
yang hendak dicapai oleh undang-undang. Perkembangan undang-undang anti
monopoli selanjutnya menjadi kebutuhan negara-negara non-sosialis atau negara-negara
yang menjalankan bisnis secara modern yang memperhatikan pentingnya persaingan
dilakukan secara jujur dan sehat, termasuk di negara berkembang seperti
Indonesia.72
Persaingan
tidak sehat berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual adalah persaingan oleh
pelaku saha dengan cara yang tidak jujur atau tidak beritikad baik dalam Hak
Kekayaan Intelektual antara lain dengan cara-cara :
1. Penggunaan
Merek tanpa persetujuan pemegang merek
2. Penempatan
merek dagang orang lain pada barang dagangan
Penggunaan merek
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
Pengungkapan rahasia
dagang
C.
Persaingan Curang dalam Penggunaan Merek terdaftar
Persaingan
curang adalah suatu bentuk yang dapat diartikan secara umum terhadap segala
tindakan ketidakjujuran atau menghilangkan persaingan dalam setiap bentuk
transaksi atau bentuk perdagangan dan komersial. Adanya persaingan tersebut
mengakibatkan lahirnya perusahaan-perusahaan yang mempunyai keinginan yang
tinggi untuk mengalahkan pesaing-pesaingnya agar menjadi perusahaan yang besar
dan paling kaya.73
Akan
tetapi, dalam upaya menciptakan iklim persaingan yang sehat, ternyata masih
belum ada putusan pengadilan Indonesia mengenai perbuatan curang yang dibuat
berdasarkan gugatan perdata atas dasar Pasal 1365 B.W. atau perkara pidana yang
menggunakan Pasal 382 bis KUH Pidana. Yurisprudensi yang ada hanyalah
perkara-perkara merek dagang sehingga yurisprudensi di bidang persaingan curang
dan monopoli usaha dalam rangka untuk mengatasi kelemahan aturan
prundang-undangan yang berlaku melalui kearifan hakim sejauh ini belum pernah
ditemukan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa penegak hukum memiliki pemahaman
yang terbatas dalam memahami aspek-aspek di luar hukum. Akibat dari kelemahan
penegak hukum maka praktek-praktek monopoli sampai saat ini masih sering
terjadi dan secara terus menerus merugikan masyarakat.
Untuk
memenuhi syarat termasuk persaingan curang itu maka harus terpenuhi unsur-unsur
perbuatan curang tersebut antara lain ada tidaknya itikad baik dari pemilik hak
merek dan ada tidaknya unsur penipuan. Beritikad baik, yaitu dengan
mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa apa pun untuk membonceng,
meniru atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang
berakibat kerugian pada pihak lain atau menimbulkan persaingan curang, mengecoh,
atau menyesatkan konsumen. Misalnya, merek dagang A yang sudah dikenal
masyarakat secara umum sejak bertahun-tahun, ditiru sedemikian rupa sehingga
memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek dagang A
tersebut.74
Ada
3 (tiga) bentuk pelanggaran merek yang dianggap persaingan curang yang perlu
diketahui yaitu:
1. Trademark
piracy (pembajakan merek)
2. Counterfeiting
(pemalsuan)
3. Imitations
of labels and pac (peniruan label dan
kemasan suatu produk) Pembajakan merek terjadi ketika suatu merek,
biasanya merek terkenal
asing, yang
belum terdaftar kemudian didaftarkan oleh pihak yang tidak berhak. Akibatnya
permohonan pendaftaran pemilik merek yang asli ditolak oleh kantor merek
setempat karena dianggap serupa dengan merek yang sudah terdaftar sebelumnya.
Pencurian pada merek bukan hanya menunjukan bahwa anda
adalah seorang pencuri namun juga menunjukkan bahwa kreatifitas anda diletakkan
pada jalur yang salah. Indonesia harus mulai berani mengesampingkan alasan –alasan
untuk membela diri dan mulai hadapi kenyataan bahwa memang memulai segala
sesuatu akan terasa berat dan pahit namun terus maju merupakan satu hal yang
baik entah anda maju 1 langkah atau seberapapun itu tidak masalah yang
terpenting anda sudah maju meskipun sedikit. Merek merupakan citra dari
perusahaan yangg menggambarkan karater perusahaan, tunjukkan karakter indonesia
dalam setiap merek yang kita buat. Indonesia bicara Merah puti, indonesia
berbicara tentang pancasila, indonesia berbicara kamu dan saya boleh berbeda,
tapi asalkan cinta indonesia kita sama.
Sumber: http://www.dgip.go.id, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36033/5/Chapter%20III-V.pdf,
Sumber: http://www.dgip.go.id, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36033/5/Chapter%20III-V.pdf,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar