PENJELASAN
ATAS
UNDANG‑UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1984
TENTANG
PERINDUSTRIAN
UMUM
Garis‑Garis Besar Haluan Negara menegaskan bahwa sasaran utama pembangunan jangka panjang adalah terciptanya landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Di bidang ekonomi, sasaran pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan industri serta perubahan‑perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung ekonomi.
Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin,
Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil‑hasil industri itu sendiri.
Untuk mewujudkan sasaran di atas, diperlukan perangkat hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas‑luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri.
Dalam rangka kebutuhan inilah Undang‑Undang tentang Perindustrian ini disusun.
Masalah ini menjadi semakin terasa penting, terutama apabila dikaitkan dengan kenyataan yang ada hingga saat ini bahwa peraturan‑peraturan yang digunakan bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri selama ini dirasakan kurang mencukupi kebutuhan karena hanya mengatur beberapa segi tertentu saja dalam tatanan dan kegiatan industri, dan itupun seringkali tidak berkaitan satu dengan yang lain.
Apabila Undang‑Undang ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum yang kokoh dalam upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas‑luasnya, tidaklah hal ini perlu diartikan bahwa Undang‑ Undang ini akan memberikan kemungkinan terhadap penguasaan yang bersifat mutlak atas setiap cabang industri oleh Negara.
Undang‑Undang Dasar 1945 dan Garis‑Garis Besar Haluan Negara telah secara jelas dan tegas menunjukkan bahwa dalam kegiatan ekonomi, termasuk industri, harus dihindarkan timbulnya "etatisme" dan sistem "free fight liberalism".
Sebaliknya melalui Undang‑Undang ini upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri diberi arah kemana dan bagaimana pembangunan industri ini harus dilakukan, dengan sebesar mungkin memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan secara aktif.
Dalam hal ini, Undang‑Undang ini secara tegas menyatakan bahwa pembangunan industri ini harus dilandaskan pada demokrasi ekonomi.
Dengan landasan ini, kegiatan usaha industri pada hakekatnya terbuka untuk diusahakan masyarakat.
Bahwa Undang‑Undang ini menentukan cabang‑cabang industri yang penting dan strategis bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, hal ini sebenarnya memang menjadi salah satu sendi daripada demokrasi ekonomi itu sendiri.
Begitu pula penetapan bidang usaha industri yang masuk dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang menggunakan ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda seni dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia.
Dengan landasan ini, upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan yang dilakukan Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang sehat seperti itu, diharapkan industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas.
Dengan upaya‑upaya dan dengan terciptanya iklim usaha sebagai di atas, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan dan kekuatan sendiri dalam membangun industri akan semakin tumbuh dengan kuat pula. Dalam hubungan ini, adalah penting untuk tetap diperhatikan bahwa bagaimanapun besarnya keinginan yang dikandung dalam usaha untuk membangun industri ini, tetapi Undang‑Undang inipun juga memerintahkan terwujudnya keselarasan dan keseimbangan antara usaha pembangunan itu sendiri dengan lingkungan hidup manusia dan masyarakat Indonesia.
Kemakmuran, betapapun bukanlah satu‑satunya tujuan yang ingin dicapai pembangunan industri ini.
Upaya apapun yang dilakukan dalam kegiatan pembangunan tersebut, tidak terlepas dari tujuan pembangunan nasional, yaitu pembangunan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia, serta tidak terlepas dari arah pembangunan jangka panjang yaitu pembangunan yang dilaksanakan di dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Undang‑Undang ini juga menegaskan bahwa upaya dan kegiatan apapun yang dilakukan dalam rangka pembangunan industri ini, tetap harus memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara tidak boros agar tidak merusak tata lingkungan hidup.
Dengan demikian maka masyarakat industri yang dibangun harus tetap menjamin terwujudnya masyarakat Indonesia yang berkepribadian, maju, sejahtera, adil dan lestari berdasarkan Pancasila.
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1984
TENTANG
PERINDUSTRIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa tujuan pembangunan nasional
adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil
dan spiritual berdasarkan Pancasila, serta bahwa hakekat Pembangunan Nasional
adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya, maka landasan pelaksanaan
Pembangunan Nasional adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa arah pembangunan jangka panjang
di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional adalah tercapainya struktur
ekonomi yang seimbang yang di dalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan industri
yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh,
serta merupakan pangkal tolak bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang
atas kekuatannya sendiri;
c. bahwa untuk mencapai sasaran
pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional, industri memegang
peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara
seimbang dan terpadu dengan meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif
serta mendayagunakan secara optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana
yang tersedia;
d. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di
atas dan untuk memberikan dasar yang kokoh bagi pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan industri secara mantap dan berkesinambungan serta belum adanya
perangkat hukum yang secara menyeluruh mampu melandasinya, perlu dibentuk
Undang-Undang tentang Perindustrian;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1),
Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1960 tentang
Statistik (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2048);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1967 tentang
Pokok-Pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2832);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1970 tentang
Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2918);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3037);
6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun
1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun
1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERINDUSTRIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dirnaksud dengan :
1. Perindustrian adalah tatanan dan segala
kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri.
2. Industri adalah kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk
kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
3. Kelompok industri adalah bagian-bagian
utama kegiatan industri, yakni kelompok industri hulu atau juga disebut
kelompok industri dasar, kelompok industri hilir, dan kelompok industri kecil.
4. Cabang industri adalah bagian suatu
kelompok industri yang mempunyai ciri umum yang sama dalam proses produksi.
5. Jenis industri adalah bagian suatu
cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan/atau hasilnya bersifat
akhir dalam proses produksi.
6. Bidang usaha industri adalah lapangan
kegiatan yang bersangkutan dengan cabang industri atau jenis industri.
7. Perusahaan industri adalah badan usaha
yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri.
8. Bahan mentah adalah semua bahan yang
didapat dari sumber daya alam dan/atau yang diperoleh dari usaha manusia untuk
dimanfaatkan lebih lanjut.
9. Bahan baku industri adalah bahan mentah
yang diolah atau tidak diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi
dalam industri.
10. Barang setengah jadi adalah bahan mentah
atau bahan baku yang telah mengalami satu atau beberapa tahap proses industri
yang dapat diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
11. Barang jadi adalah barang hasil industri
yang sudah siap pakai untuk konsumsi akhir ataupun siap pakai sebagai alat
produksi.
12. Teknologi industri adalah cara pada
proses pengolahan yang diterapkan dalam industri.
13. Teknologi yang tepat guna adalah
teknologi yang tepat dan berguna bagi suatu proses untuk menghasilkan nilai
tambah.
14. Rancang bangun industri adalah kegiatan
industri yang berhubungan dengan perencanaan pendirian industri/pabrik secara
keseluruhan atau bagian-bagiannya.
15. Perekayasaan industri adalah kegiatan
industri yang berhubungan dengan perancangan dan pembuatan mesin/peralatan
pabrik dan peralatan industri lainnya.
16. Standar industri adalah
ketentuan-ketentuan terhadap hasil produksi industri yang di satu segi
menyangkut bentuk, ukuran, komposisi, mutu, dan lain-lain serta di segi lain
menyangkut cara mengolah, cara menggambar, cara menguji dan lain-lain.
17. Standardisasi industri adalah
penyeragaman dan penerapan dari standar industri.
18. Tatanan industri adalah tertib susunan
dan pengaturan dalam arti seluas-luasnya bagi industri.
LANDASAN DAN TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 2
Pembangunan industri berlandaskan demokrasi ekonomi,
kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan diri sendiri, manfaat, dan kelestarian
lingkungan hidup.
Pasal 3
Pembangunan industri bertujuan untuk :
1. meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber
daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan
kelestarian lingkungan hidup;
2. meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara
bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat,
dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan
lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah
bagi pertumbuhan industri pada khususnya;
3. meningkatkan kemampuan dan penguasaan
serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan
kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional;
4. meningkatkan keikutsertaan masyarakat
dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara
aktif dalam pembangunan industri;
5. memperluas dan memeratakan kesempatan
kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri;
BAB III
PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 4
(1) Cabang industri yang penting dan
strategis bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 5
(1) Pemerintah menetapkan bidang usaha
industri yang masuk dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang
menggunakan ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda seni, yang
dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia.
(2) Pemerintah menetapkan jenis-jenis
industri yang khusus dicadangkan bagi kegiatan industri kecil yang dilakukan
oleh masyarakat pengusaha dari golongan ekonomi lemah.
(3) Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
Pemerintah menetapkan bidang usaha industri untuk
penanaman modal, baik modal dalam negeri maupun modal asing.
BAB IV
PENGATURAN, PEMBINAAN,
DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI
Pasal 7
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
terhadap industri, untuk:
1. mewujudkan perkembangan industri yang
lebih baik, secara sehat dan berhasil guna;
2. mengembangkan persaingan yang baik dan
sehat serta mencegah persaingan yang tidak jujur;
3. mencegah pemusatan atau penguasaan industri
oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan
masyarakat.
Pasal 8
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan bidang usaha industri secara seimbang, terpadu, dan terarah untuk
memperkokoh struktur industri nasional pada setiap tahap perkembangan industri.
Pasal 9
Pengaturan dan pembinaan bidang usaha industri dilakukan
dengan memperhatikan :
1. Penyebaran dan pemerataan pembangunan
industri dengan memanfaatkan sumber daya alam dan manusia dengan mempergunakan
proses industri dan teknologi yang tepat guna untuk dapat tumbuh dan berkembang
atas kemampuan dan kekuatan sendiri;
2. Penciptaan iklim yang sehat bagi
pertumbuhan industri dan pencegahan persaingan yang tidak jujur antara
perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan industri, agar dapat dihindarkan
pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam
bentuk monopoli yang merugikan masyarakat;
3. Perlindungan yang wajar bagi industri
dalam negeri terhadap kegiatankegiatan industri dan perdagangan luar negeri
yang bertentangan dengan kepentingan nasional pada umumnya serta kepentingan
perkembangan industri dalam negeri pada khususnya;
4. Pencegahan timbulnya kerusakan dan
pencemaran terhadap lingkungan hidup, serta pengamanan terhadap keseimbangan
dan kelestarian sumber daya alam.
Pasal 10
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan bagi:
1. keterkaitan antara bidang-bidang usaha
industri untuk meningkatkan nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi
pertumbuhan produksi nasional;
2. keterkaitan antara bidang usaha
industri dengan sektor-sektor bidang ekonomi lainnya yang dapat meningkatkan
nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi
nasional;
3. pertumbuhan industri melalui prakarsa,
peran serta, dan swadaya masyarakat.
Pasal 11
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap
perusahaan-perusahaan industri dalam menyelenggarakan kerja sama yang saling
menguntungkan, dan mengusahakan peningkatan serta pengembangan kerja sama tersebut.
Pasal 12
Untuk mendorong pengembangan cabang-cabang industri dan
jenis-jenis industri tertentu di dalam negeri, Pemerintah dapat memberikan
kemudahan dan/atau perlindungan yang diperlukan.
BAB V
IZIN USAHA INDUSTRI
Pasal 13
(1) Setiap pendirian perusahaan industri baru
maupun setiap perluasannya wajib memperoleh Izin Usaha Industri.
(2) Pemberian Izin Usaha Industri terkait
dengan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri.
(3) Kewajiban memperoleh Izin Usaha lndustri
dapat dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
(4) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 14
(1) Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang
diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib
menyampaikan informal industri secara berkala mengenai kegiatan dan hasil
produksinya kepada Pemerintah.
(2) Kewajiban untuk menyampaikan informal
industri dapat dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok
industri kecil.
(3) Ketentuan tentang bentuk, isi, dan tata
cara penyampaian informal industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang
diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib
melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta
hasil produksinya termasuk pengangkutannya.
(2) Pemerintah mengadakan pembinaan berupa
bimbingan dan penyuluhan, mengenai pelaksanaan upaya yang menyangkut keamanan
dan keselamatan alat, proses serta hasil produksi industri tennasuk
pengangkutannya.
(3) Pemerintah melakukan pengawasan dan
pengendalian yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil
produksi industri termasuk pengangkutannya.
(4) Tata cara penyelenggaraan pengawasan dan
pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VI
TEKNOLOGI
INDUSTRI, DESAIN PRODUK INDUSTRI,
RANCANG
BANGUN DAN PEREKAYASAAN INDUSTRI,
DAN
STANDARDISASI
Pasal
16
(1) Dalam menjalankan dan/atau mengembangkan
bidang usaha industri, perusahaan industri menggunakan dan menciptakan
teknologi industri yang tepat guna dengan memanfaatkan perangkat yang tersedia
dan telah dikembangkan di dalam negeri.
(2) Apabila perangkat teknologi industri yang
diperlukan tidak tersedia atau tidak cukup tersedia di dalam negeri, Pemerintah
membantu pemilihan perangkat teknologi industri dari luar negeri yang
diperlukan dan mengatur pengalihannya ke dalam negeri.
(3) Pemilihan dan pengalihan teknologi
industri dari luar negeri yang bersifat strategis dan diperlukan bagi
pengembangan industri di dalam negeri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 17
Desain produk industri mendapat perlindungan hukum yang
ketentuan-ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
Pemerintah mendorong pengembangan kemampuan rancang
bangun dan perekayasaan industri.
Pasal 19
Pemerintah menetapkan standar untuk bahan baku dan
barang hasil industri dengan tujuan untuk menjamin mutu hasil industri serta
untuk mencapai daya guna produksi.
BAB VII
WILAYAH INDUSTRI
Pasal 20
(1) Pemerintah dapat menetapkan wilayah-wilayah
pusat pertumbuhan industri serta lokasi bagi pembangunan industri sesuai dengan
tujuannya dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
INDUSTRI
DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SUMBER
DAYA
ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal
21
(1) Perusahaan industri wajib melaksanakan
upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya
kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri
yang dilakukannya.
(2) Pemerintah mengadakan pengaturan dan
pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan
kerusakan dan penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat
kegiatan industri.
(3) Kewajiban melaksanakan upaya sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam
kelompok industri kecil.
BAB IX
PENYERAHAN KEWENANGAN DAN URUSAN TENTANG INDUSTRI
Pasal 22
Penyerahan kewenangan tentang pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan terhadap industri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 23
Penyerahan urusan dan penarikannya kembali mengenai
bidang usaha industri tertentu dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah
dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang nyata, dinamis, dan
bertanggung jawab, dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 24
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima)
tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta
rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
(2) Barang siapa karena kelalaiannya
melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 1 (satu)
tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dengan
hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
Pasal 25
Barang siapa dengan sengaja tanpa hak melakukan peniruan
desain produk industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dipidana penjara
selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 10.000.000,- (sepuluh
juta rupiah).
Pasal 26
Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, dipidana
penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp
25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan dicabut Izin
Usaha Industrinya.
Pasal 27
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
sebanyak-banyaknya Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(2) Barang siapa karena kelalaiannya
melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (1) dipidana kuruangan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda
sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal 28
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 ayat (1) adalah kejahatan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 27 ayat (2) adalah pelanggaran.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, semua
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perindustrian yang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini tetap berlaku selama belum ditetapkan
penggantinya berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini,
Bedrijfsreglementerings-ordonnantie 1934 (Staatsblad 1938 Nomor 86) dinyatakan
tidak berlaku lagi bagi industri.
Pasal 31
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29
Juni 1984
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di
Jakarta
pada tanggal 29
Juni 1984
MENTERI/SEKRETARIS
NEGARA
REPUBLIK
INDONESIA
ttd.
SUDHARMONO, S.H.
CATATAN
Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN
NEGARA TAHUN 1984 YANG TELAH DICETAK ULANG
Sumber: LN 1984/22;
TLN NO. 3274