HAK ATAS KEKAYAAN
INTELEKTUAL (HAKI)
Seperti kutipan, di The
Washington Post edisi 28 April 2001 yang berbunyi : “. . . . if there
is one lesson in the past half century of economic development, it is that
natural resources do not power economies, human resources do” (jika ada
pelajaran selama setengah abad yang lalu mengenai perkembangan ekonomi
adalah
bahwa sumber daya alam tidak menggerakkan ekonomi; sumber daya manusia yang
melakukan itu). Maka dari itu pengembangan SDM mutlak perlu, agar dapat
memanfaatan SDA yang ada dan tidak hanya tergantung pada keahlian atau
pengetahuan SDM asing. Presiden Nyrere pernah mengungkapkan, alih teknologi
merupakan kewajiban hukum dari negara maju ke negara berkembang; jadi bukan
atas dasar belas kasihan.
Agreement
on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights sendiri
menekankan sistem HaKI dimaksudkan untuk “contribute to the promotion
of technology, to the mutual advantage of producers and users of
technological knowledge and in a manner conductive to social and economic
welfare, and to a balance of rights and obligations”.
Modal
intellectual capital akan menjadi lebih penting dan strategis fungsinya,
bila dibandingkan dengan physical capital, yang sebelumnya menjadi
sumber utama proses produk barang-barang konsumsi untuk kesejahteraan umat
manusia. Intellectual capital dapat bergerak dan bersirkulasi dengan tingkat
kekerapan sangat tinggi dalam arus perputaran modal dunia, khususnya di
negara-negara maju. Ketika kemajuan teknologi begitu pesat dan pasar terus
bertransformasi dalam tataran global dalam bentuk "transnational",
diperlukanlah perangkat hukum untuk meningkatkan dan melindungi kepentingan
investasi industri, budaya dan pasar. Dari sanalah, pada pertengahan tahun
1980-an, negara-negara yang tergabung dalam GATT/WTO bersepakat tentang aturan
main IPR atau HAKI.
Salah
satu butir World Intellectual Declaration yang dikeluarkan oleh Policy
Advisory Commission World Intellectual Property Organization (“WIPO”),
yang pada salah satu butirnya berbunyi : “Also in the context of
development, efficient intellectual property systems are indispensable
elements in securing investment in crucial sectors of national economies,
particularly in developing countries and countries in transition.” Sementara
itu, walaupun mempersoalkan tentang belum terdapatnya kesepakatan antara
para ahli
mengenai dampak langsung antara sistem
HaKI yang baik dan peningkatan arus modal asing, Maskus menulis: ”Trade
flows into large developing economies with significant capacities for
imitation are restricted by weak IPRs. Adoption of the TRIPs standards bears
the potential to raise their imports of technologically sophisticated goods by
significant amounts”. Sedangkan Correa berkata: “…. It is very difficult
to make a quantitative assessment of its likely economic impact. It is evident
that the impact to the Agreement will significantly vary in accordance with the
levels of economic and technological development o the countries concerned.”
Beberapa
Definisi yang berhubungan dengan HAKI
Beberapa istilah
yang penting dan terkait dengan HAKI.
1.
Hak Cipta adalah
hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Pencipta adalah
seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya
melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan,
keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan
bersifat pribadi.
3.
Ciptaan adalah
hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan
ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
4.
Pemegang Hak Cipta adalah
Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak
tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari
pihak yang menerima hak tersebut. Lisensi adalah izin yang diberikan
oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk
mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan
persyaratan tertentu.
Tujuan HaKI
Hak eksklusif yang diberikan Negara
kepada individu pelaku HaKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya)
tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya dan agar orang lain
terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi Di samping itu sistem
HaKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk
kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau hasil
karya lainnya yang sama dapat dihindarkan/dicegah. Dengan dukungan dokumentasi
yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal
untuk
keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai
tambah yang lebih tinggi lagi.
Sejarah HaKI
Secara
historis, undang-undang mengenai HaKI pertama kali ada di Venice, Italia yang
menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo dan Guttenberg
tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan
mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka. Hukum-hukum tentang paten tersebut
kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di jaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian
lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies
(1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791.
Upaya
harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris
Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne
Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta. Tujuan dari
konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah
baru, tukar menukar informasi, perlindungan mimimum dan prosedur mendapatkan
hak. Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administratif bernama the
United International Bureau for the Protection of Intellectual Property yang
kemudian dikenal dengan nama World Intellectual Property Organisation
(WIPO). WIPO kemudian menjadi badan administratif khusus di bawah PBB yang
menangani masalah HaKI anggota PBB.
Pada
kesempatan yang berlainan diselenggarakan perundingan di Uruguay (Uruguay
Round) disponsori oleh Amerika yang membahas tarif dan perdagangan dunia
yang kemudian melahirkan kesepakatan mengenai tarif dan perdagangan GATT
(1994) dan kemudian melahirkan World Trade Organisation (WTO).
Kemudian
terjadi kesepakatan antara WIPO dan WTO dimana WTO
mengadopsi peraturan mengenai HaKI dari WIPO yang kemudian dikaitkan
dengan masalah perdagangan dan tarif dalam perjanjian Trade Related Aspects
of Intellectual Property Rights (TRIPs) untuk diterapkan pada
anggotanya. Indonesia sebagai anggota WTO telah meratifikasi
perjanjian tersebut tahun 1995.
Perbedaan
antara WIPO dan WTO yang cukup penting antara lain adalah
pendekatan dalam penyelesaian sengketa. Jika di WIPO, a dispute among
private companies is treated as a dispute among them sedangkan di
WTO a dispute among private companies is (can be) treated as a dispute among
their countries. Sehingga di dalam TRIPs sengketa
http://fairuzelsaid.wordpress.com
dagang antar perusahaan dapat diambil
alih oleh negara yang bersangkutan dan WTO berhak menjatuhkan sangsi
berdasarkan argumentasi negara-negara yang bersengketa.
Pada tahun 1994, Indonesia masuk sebagai
anggota WTO (World Trade Organization) dengan meratifikasi hasil Putaran
Uruguay yaitu Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Salah satu bagian penting dari
Persetujuan WTO adalah Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights Including Trade In Counterfeit Goods (TRIPs). Sejalan dengan
TRIPs, Pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi konvensi Internasional di
bidang HaKI, yaitu:
■
Paris Convention for the protection of
Industrial Property and Convention Establishing the World Intellectual Property
Organizations, dengan Keppres No. 15 Tahun 1997 tentang perubahan Keppres No.
24 Tahun 1979
■
Patent Cooperation Treaty (PCT) and
Regulation under the PCT, dengan Keppres No. 16 Tahun 1997
■
Trademark
Law Treaty (TML) dengan Keppres No. 17 Tahun 1997
■
Bern Convention.for the Protection of
Literary and Artistic Works dengan Keppres No. 18 Tahun 1997
■
WIPO
Copyrights Treaty (WCT) dengan KeppresNo. 19 Tahun 1997
HAKI
sebagai basis pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia
Untuk
dapat mewujudkan HAKI sebagai basis pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Indonesia, maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
■
Inventarisasi
karya tradisional yang tergolong paten untuk dijadikan paten.
■
Untuk mencegah pencurian karya lokal
yang umumnya masuk kategori paten sederhana dan penemuan-penemuan baru, perlu
dilakukan dengan pembentukan dan pemberdayaan lembaga paten di daerah, dan juga
pembentukan kantor manajemen HAKI di universitas-univesitas dan lembaga -
lembaga penelitian
■
Kantor-kantor paten di daerah,
universitas maupun lembaga-lembaga penelitian perlu dilengkapi dengan sarana
komputer dan internet yang memungkinkan penemuan atau karya intelektual atau
tradisional di daerah langsung didaftarkan untuk segera memperoleh paten.
■
Membuat sistem on-line (lewat internet) database
tentang aplikasi pengajuan paten, persetujuan paten, down-loading info,
sampai melaksanakan transaksi otomatis di Direktorat Paten.
■
Memberikan otonomi pengelolaan anggaran
dirjen HAKI lewat swadana.
■
Meningkatkan intensif bagi penemu paten,
baik yang dari kalangan pemerintah maupun yang swasta.
■
Meningkatkan pemahaman hukum HAKI pada
aparat hukum dan masyarakat.
Pelanggaran HAKI
Pelanggaran HAKI berupa pembajakan (piracy),
pemalsuan dalam konteks Hak Cipta dan Merek Dagang (counterfeiting),
pelanggaran hak paten (infringement) jelas merugikan secara signifikan
bagi pelaku ekonomi, terutama akan melukai si pemilik sah atas hak intelektual
tersebut. Begitupun konsumen dan mekanisme pasar yang sehat juga akan terganggu
dengan adanya tindak pelanggaran HAKI.
Keras dan tegasnya undang-undang ini
bisa dirasakan dari ilustrasi yang disampaikan oleh Dr. Ahmad M.Ramli, S.H.,
M.H. Direktur Center of Cyber Law Studies Fakultas Hukum Unpad.
"Berdasarkan UU Hak Cipta, pembajakan merupakan delik biasa. Artinya, jika
saya memegang laptop dan polisi menduga software-nya palsu, polisi bisa
memeriksa saya tanpa pengaduan. Begitu pula seorang penyanyi di atas panggung
yang mengubah model 'lagu pop' menjadi 'dangdut' pun bisa ditangkap
polisi,".
Menurut Prof Philip Griffith,
sesungguhnya hak cipta dikedepankan pertama kali, untuk menciptakan balance
antara beberapa kepentingan yang saling terkait dan berkonflik di seputar karya
sastra. "Pertama, kepentingan penulisnya sendiri, yang pasti menganggap
bahwa karya sastra adalah 'bagian dari dirinya' yang dimaterialisasikan. Lalu,
hak penerbit untuk ikut mendapat keuntungan melalui jasanya mereproduksi karya
sastra tersebut, dan ketiga hak masyarakat untuk menikmati karya sastra
itu," tandasnya.
Dari
perspektif sosiologi hukum khususnya dalam ranah HAKI kesenian sebagai
subsistem dari masyarakat pengguna HAKI terdapat tiga komponen dasar berbentuk
segitiga (triangle), yakni komponen dasar tersebut satu sama lain saling
berhubungan dan memengaruhi. Ketiga komponen itu adalah, peraturan-peraturan
perundang-undangan (regulasi) termasuk di dalamnya sistem penegakan hukum (law
enforcement) yang disiapkan untuk mengemban kebutuhan HAKI. Kedua, komponen
seniman yang merupakan subjek hukum penyandang hak dan kewajiban atas HAKI.
Sementara itu, yang ketiga, adalah komponen masyarakat penikmat karya para
seniman.
Kewajiban setiap negara yang
menandatangani kesepakatan perdagangan dunia untuk melaksanakan perjanjian
TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) mulai 1 Januari
2000, hendaknya tidak dipandang sebagai beban. Pengalaman di
http://fairuzelsaid.wordpress.com
sejumlah
negara memperlihatkan, kreativitas dan daya saing masyarakat menunjukkan
penegakan hukum HAKI turut mendorong investasi dan pengalihan teknologi secara
cepat di suatu negara, serta merangsang daya saing masyarakat dan perusahaan
setempat.
Muhyiddin
mengungkapkan, kemajuan industri dan teknologi Malaysia yang berlangsung cepat
tak bisa dilepaskan dari komitmen pemerintah yang sejak awal menjunjung tinggi
hak atas kekayaan intelektual (HAKI), dengan membuat seperangkat aturan hukum
untuk menegakkannya. Salah satu wujud komitmen tersebut ialah dibentuknya task
force khusus langsung di bawah Perdana Menteri untuk mengurusi soal HAKI, yang
bukan hanya terdiri atas pejabat-pejabat pemerintah, namun juga para pemegang
hak cipta, paten, dan merek.
Rendahnya
Tingkat Pengajuan Paten Oleh Peneliti Indonesia
Penyebab
utama masih rendahnya tingkat pengajuan paten oleh peneliti Indonesia, yaitu
antara lain:
■
Faktor masih relatif rendahnya insentif
atau penghargaan atas karya penelitian oleh Pemerintah hingga pada akhirnya
kurang memicu peneliti dalam menghasilkan karya ilmiah yang inovatif.
■
Porsi bidang riset teknologi senilai
kurang dari 1% dari anggaran Pemerintah - amat jauh tertinggal dari rata-rata
angka riset negara-negara industri maju umumnya - hanya akan mewariskan
lingkungan yang tidak kondusif dalam menumbuhkan SDM yang berkualitas kemampuan
ilmu yang tinggi.
■ Para
peneliti juga sering kurang menyadari pentingnya perlindungan paten atas
penemuannya.
■
Jarak lokasi tempat kerja peneliti yang
tersebar di berbagai pelosok daerah menyebabkan pos pengeluaran biaya
perjalanan untuk pengurusan paten menjadi hambatan tersendiri.
Di
negara-negara Industri maju informasi dan pendaftaran paten telah ditampilkan pada
web secara online. Singapura dengan proaktif telah menampilkan pangkalan
data (data base) mengenai aplikasi pengajuan paten, persetujuan
paten, downloading info, sampai melaksanakan transaksi otomatis
secara
on-line.
Membaiknya peringkat Indonesia dari "Priority
Watch List" menjadi negara yang dikategorikan "Watch
List" berdasar pemantauan perlindungan atas Hak atas Kekayaan
Intelektual Pemerintah Amerika Serikat pada 1 Mei 2000 , bisa pula dijadikan
sebagai
salah satu pemicu guna lebih
meningkatkan kinerja prestasi kalangan Peneliti Nasional dalam upaya menghargai
karya cipta bangsa sendiri disamping karya cipta asing.
Direktur Jenderal Hak atas Kekayaan
Intelektual (HAKI) Depkeh, Achmad Zen Umar Purba menandaskan pentingnya
pembudayaan HAKI dalam masyarakat. Masyarakat harus menyadari bahwa HAKI
merupakan aset yang secara hukum berada dalam kewenangan penuh pemiliknya. Temuan
yang sudah dijamin dengan HAKI-dalam bentuk paten atau hak cipta-tidak bisa
diklaim lagi oleh pihak lain. "Masyarakat tradisional masih beranggapan,
bahwa semakin banyak orang meniru karyanya akan semakin baik bagi dirinya. Ini
hanya bisa dihilangkan dengan penumbuhan budaya HAKI. Karena akan disayangkan
apabila sebuah temuan akhirnya diklaim pihak lain, termasuk orang asing
gara-gara tidak dipatenkan," jelas Purba seusai menandatangani perjanjian
kerja sama antara Ditjen HAKI dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI)
Jakarta, di Tangerang.
Profesor Donald Knuth, salah satu pakar
di bidang software dari Stanford University, memiliki banyak tulisan tentang
hal ini. Dia mengatakan bahwa, ”Computer programs are as abstract as
any algorithm can be”. Ketakutan atas pelanggaran HaKI, khususnya paten software
ini, membuat larinya perusahaan dan programmer dari Amerika. Mereka pergi ke
negara yang tidak mengakui paten software untuk melakukan penelitian,
eksplorasi, dan mengembangkan inovasi-inovasi baru. Dalam hal ini pihak negara
Amerika yang dirugikan. Itulah sebabnya banyak para peneliti dan akademisi
software di Amerika anti terhadap paten software ini.
Alternatif lain terhadap perlindungan copyright
yang terlalu berlebihan terhadap software mulai memunculkan gerakan free
software, copyleft, dan open source. Gerakan copyleft merupakan
gerakan anti terhadap copyright. Kata ”copyleft” sendiri merupakan pelesetan
terhadap kata ”copyright”, dimana kata ”right” (yang diartikan sebagai kanan)
digantikan dengan ”left” (yang diartikan sebagai kiri). Selain interpretasi
sebagai kata arah pergerakan (kanan dan kiri), kata ”left” juga diartikan
sebagai ”ditinggalkan” dimana karya yang copyleft tersebut harus ditinggalkan
dalam bentuk sebelumnya dan tidak dapat diikutsertakan dalam copyright
berikutnya.
Gerakan
free software dimotori oleh Richard Stallman dari MIT yang merasa bahwa
software seharusnya bersifat ”free”. Kata ”free” ini sering membuat kebingungan
banyak orang karena dalam bahasa Inggris, kata ini memiliki arti dua; pertama. free
yang berarti gratis (tidak bayar), dan kedua. free yang berarti bebas
(berasal dari kata ”freedom”) . Stallman sebetulnya lebih memfokuskan kepada
arti yang kedua, yaitu free sebagai
freedom
meskipun
hampir semua implementasi free software adalah gratis. Di Indonesia, arti
kedua ini diterjemahkan sebagai ”bebas”. Jadi ”free software” ini diterjemahkan
menjadi ”software bebas”. Free software yang dikembangkan oleh free software
movement ini dapat anda gunakan sesuka anda. Richard Stallman
mengimplementasikan free software ini dalam bentuk software-software yang diberi
nama GNU.
Undang-Undang
Hak Cipta No. 19 tahun 2002 telah diumumkan di Lembaran Negara pada tanggal 29
Juli 2002. Undang-undang Hak Cipta yang baru ini mulai berlaku berlaku pada
tanggal 29 Juli 2003. Undang-undang ini memuat beberapa ketentuan baru, antara
lain, mengenai:
■
database merupakan
salah satu Ciptaan yang dilindungi;
■
penggunaan alat apa pun baik melalui
kabel maupun tanpa kabel, termasuk media internet, untuk pemutaran
produk-produk cakram optik (optical disc) melalui media audio, media
audiovisual dan/atau sarana telekomunikasi;
■ penyelesaian
sengketa oleh Pengadilan Niaga, arbitrase, atau alternatif penyelesaian
sengketa;
■ penetapan
sementara pengadilan untuk mencegah kerugian lebih besar bagi pemegang hak;
■
batas waktu proses perkara perdata di
bidang Hak Cipta dan Hak Terkait, baik di Pengadilan Niaga maupun di Mahkamah
Agung;
■
pencantuman
hak informasi manajemen elektronik dan sarana kontrol teknologi;
■
pencantuman mekanisme pengawasan dan
perlindungan terhadap produk-produk yang menggunakan sarana produksi
berteknologi tinggi;
■
ancaman
pidana atas pelanggaran Hak Terkait;
■
ancaman
pidana dan denda minimal;
■
ancaman pidana terhadap perbanyakan
penggunaan Program Komputer untuk kepentingan komersial secara tidak sah dan
melawan hukum.
Jenis-jenis
Lisensi Software
Commercial
Lisense
Commercial licence adalah Software yang
diciptakan dengan lisensi ini memang dibuat untuk kepentingan komersial
sehingga user yang ingin menggunakannya harus membeli atau mendapatkan izin
penggunaan dari pemegang hak cipta.
Trial Software
Trial Software adalah software untuk
keperluan demo dari sebuah software sebelum diluncurkan ke masyarakat atau
biasanya sudah diluncurkan tetapi memiliki batas masa aktif. Lisensi ini
mengizinkan pengguna untuk menggunakan, menyalin atau menggandakan software
tersebut secara bebas. Namun karena bersifat demo, seringkali software dengan
lisensi ini tidak memiliki fungsi dan fasilitas selengkap versi komersialnya.
Dan biasanya dibatasi oleh masa aktif tertentu.
Non Commercial
Use
Software Non Commercial Use biasanya
diperuntukkan untuk kalangan pendidikan atau yayasan tertentu dibidang sosial.
Sifatnya yang tidak komersial, biasanya gratis tetapi dengan batasan penggunaan
tertentu.
Freeware
Freware adalah software yang gratis
untuk digunakan, Anda tidak bisa melihat source code software tersebut,
biasanya disertai syarat tidak boleh memodifikasi software tersebut. Ada pula
yang disertai syarat harus untuk kepentingan non-komersial. Tetapi syarat
mutlak sebuah software disebut freeware adalah tanpa batasan jumlah dan waktu
pemakaian.
Shareware
Shareware, artinya software tersebut
dapat didownload dan digunakan pengguna hanya untuk dicoba. Jika pengguna
merasa softwarenya bagus, maka diharuskan membeli. Shareware sering dibatasi
lamanya waktu pakai (misalnya trial 30 hari), atau jumlah software tersebut
dijalankan (misalnya 30x), atau feature-feature tertentu yang tidak bisa
diakses. Sesudah masa ujicobanya berakhir, software bisa saja terkunci atau
bisa saja tetap berfungsi sebagaimana mestinya.
Royalty-Free
Binaries
Sofrware
Royalty-Free Binaries serupa dengan lisensi freeware, hanya saja produk yang
ditawarkan adalah library yang berfungsi melengkapi software yang sudah ada dan
bukan merupakan suatu software yang berdiri sendiri.
Adware
Adware
adalah software gratis, tetapi ada iklan
yang muncul ketika dijalankan. Iklan
dapat
muncul baik pada saat start, atau muncul di sela-sela penggunaan.
Open Source
software
yang source code-nya dibuka ke publik, Anda bisa memodifikasi dan
mendistribusikan atau mempublikasikan source code hasil modifikasi dengan
syarat-syarat tertentu, misalnya dengan tetap mempertahankan nama softwarenya.
www.kemenperin.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar